Sabtu, 07 Mei 2016

Kucing, Kuda, dan perasaan sensitif saya

Kuda
Malam ini kusaksikan kuda Mu tersengal melewati tanjakan gunung Giri membawa beban manusia tambun yang berjubel di punggungnya. Tuhan, Engkau tidak tidur. Hadis Mu masih bergaung hingga saat ini, memberi pembelaan padanya agar manusia bijak dalam memanfaatkannya. Kukira aku yakin, rezeki yang merongrong makhluk lain tidaklah akan menjadi berkah.
Kusaksikan juga, kuda Mu dipaksa berdiri tegak. Mungkin dengan tulang dan sendi yang terasa ngilu. Menggila di setiap entakan sepatunya. Sementara si kusir duduk terkantuk, dan kulihat ada yang iseng ketika kudanya yang lesu dan menunduk, dalam berhentinya, tanpa hujan dan angin, tanpa masalah yang berarti, ditariknya tali kekang, hingga kepala kuda Mu menegak seketika. Aku pernah tertidur dalam lelah, lalu dibangunkan seketika oleh hal-hal tidak penting, dan rasanya dongkol hingga ke ubun-ubun. Bisakah kuda Mu?
Tuhan, aku yang pandir tidaklah paham kesemua maksud tersebut, tapi kuyakin Engkaulah sebaik-baiknya pembalas. Dan untuk makhluk Mu yang telah bekerja keras selama ini dengan dzikir tak lepas dari hati dan pikiran kebinatangannya, surga adalah janji mutlakmu. Surga untuk Kuda dan ..... untuk si kusir

Kucing
Aku banyak pro kontra dengan ibu kosku. Ibu gemuk itu melarangku untuk memberi makan sahabatku, si kucing. Kukira itu hanya dalih, agar jangan mau berbagi, bahkan ketika manusia jadi superior. Untung kuucapkan, ia tidak jadi presiden

Perasaanku
Kawanku bilang aku orang konyol yang suka melakukan hal-hal tak penting. Aku menangisi film hachiko dan hurty paw, tersedu-sedu melihat video rubah dikuliti hidup-hidup untuk jaket yang kupakai, lalu mengutuki sekelompok orang yang menyabetkan golok ke kuduk kerbau yang berputar-putar dalam jalan kematian yang panjang. Setelah aku berpikir lama, mungkin ketika aku matikan nurani, baru aku akan dibilang tak konyol lagi.

Grs, 07 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar